BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Manusia adalah makhluk social yang
tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan
sesame serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok
besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah.
Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompokharuslah
saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga.
Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga
kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang
paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan
untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana
yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola
lingkungan dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu
dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik.
Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang
berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan
dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam
penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut
kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat
terselesaikan dengan baik.
B. Tujuan
Penulisan
Sebagai salah satu acuan dalam
memenuhi penilaian penguasaan,khususnya pada mata kuliah Manajemen &
Kepemimpinan Dalam Keperawatan
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Defenisi Kepemimpinan
Beberapa ahli mengungkapkan pengertian kepemimpinan
sebagai berikut:
·
Kepemimpinan
adalah kemampuan membuat seseorang mengerjakan apa yang tidak ingin mereka
lakukan dan menyukainya (Truman, dikutip dari Gillies, 1996).
·
Kepemimpinan
merupakan penggunaan keterampilan mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan
sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya (Sullivan dan Decleur,
1989).
·
Kepemimpinan
adalah serangkaian kegiatan untuk mempengaruhi anggota kelompok bergerak menuju
pencapaian tujuan yang ditentukan (Baily, Lancoster dan Lancoster, 1989)
·
Kepemimpinan
adalah sebuah hubungan dimana satu pihak memiliki kemampuan yang lebih besar
untuk mempengaruhi perilaku pihak lain yang didasarkan pada perbedaan kekuasaan
antara pihak-pihak tersebut (Gillies, 1996).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa:
Kepemimpinan merupakan kemampuan mengarahkan, membimbing
dan mempengaruhi perilaku orang lain, Kepemimpinan diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi, Kepemimpinan dapat berjalan bila ada perbedaan kekuasaan
atau wewenang antara pemimpin dan anggota organisasi yang dipimpinnya.
II.
Teori Kepemimpinan
Dalam mengembangkan model
kepemimpinan terdapat beberapa teori yang mendasari terbentuknya gaya
kepemimpinan. Menurut Whitaker (1996), ada empat macam pendekatan kepemimpinan
yaitu:
1) Teori Bakat
Teori
bakat terdiri dari bakat intelegensi dan kepribadian. Kemampuan ini merupakan bawaan sejak
lahir yang mempunyai pengaruh besar dalam kepemimpinan. Beberapa hal yang
menonjol pada teori bakat adalah kepandaian berbicara, kemampuan/keberanian
dalam memutuskan sesuatu, penyesuaian diri, percaya diri, kreatif, kemampuan
interpersonal dan prestasi yang dapat menjadi bekal dalam membentuk
kepemimpinan sehingga seseorang pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya.
2) Teori Perilaku
Teori
perilaku kepemimpinan memfokuskan pada perilaku yang dipunyai oleh pemimpin dan
yang membedakan dirinya dari non pemimpin. Menurut teori ini seorang pemimpin
dapat mempelajari perilaku pemimpin supaya dapat menjadi pemimpin yang efektif.
Dengan demikian teori perilaku kepemimpinan lebih sesuai dengan pandangan bahwa
pemimpin dapat dipelajari, bukan bawaan sejak lahir.
3) Teori Situasi (Contingency)
Teori
situasi mengasumsikan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang paling baik,
tetapi kepemimpinan tergantung pada situasi, bentuk organisasi, kekuasaan atau
otoriter dari pemimpin, pekerjaan yang kompleks dan tingkat kematangan bawahan.
4) Teori Transformasi
Teori
transformasi mengasumsikan bahwa pemimpin mampu melakukan kepemimpinannya dalam
situasi yang sangat cepat berubah atau situasi yang penuh krisis. Menurut Bass
(Dikutip Gibson, 1997) seorang pemimpin transformasional adalah seorang yang
dapat menampilkan kepemimpinan yang kharismatik, penuh inspirasi, stimulasi
intelektual dan perasaan bahwa setiap pengikut diperhitungkan.
III.
Peran dan Fungsi Kepemimpinan
a) Peran pemimpin
Tanpa mengecilkan arti dari pemimpin,
pemimpin yang tekah ditentukan, kebanyakan faktor yang menetapkan seseorang
menjadi pemimpin meliputi masalah : kepribadian, kecakapan dari yang
bersangkutan yang mampu membangkitkan inspirasi para pengikuti serta faktor-faktor
lain yang dapat ditampilkan seseorang. karena faktor-faktor tersebut
orang-orang akan rela dan mengakui ia sebagai pemimpin mereka. Ada pepatah atau
ungkapan bijak " apabila tidak mampu menjadi pemimpin diri sendiri, maka
ia otomatis tidak bisa menjadi pemimpin bagi orang lain". Dalam
kedudukannya sebagai pemimpin ia akan menjalankan peran dan kerja yang
multikompleks sehingga ia selain harus mampu menyelesaikan sendiri juga
terkadang harus mendelegasikan sebagian lainnya kepada para pembantunya sesuai
dengan peran dan fungsi masing-masing. Tentunya dalam menghadapi
masalah-masalah yang ada, guna mendapatkan penyelesaian yang baik perlu adanya
suatu perencanaan. Suatu perencanaan yang baik tentu saja lahir dari pandangan,
pertimbangan, kemampuan menganalisis dampak baik buruknya dari sebuah
penyelesaian yang akan dibuat. Sehingga hal ini tentu saja membutuhkan
kecakapan, kepintaran dan penguasaan yang menyeluruh dan komprehensif dari sang
pemimpin. Ketajaman berpikir , bertindak dan menganalis masalah tentu saja
dibutuhkan oleh para bawahan atau orang yang dipimpinnya karena hal itulah yang
membedakan seseorang yang dipimpin dan yang memimpin. Karena orang yang
dipimpin cenderung sudah menyerahkan wewenang yang seluas-luasnya bagi
pemimpinnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul pada mereka.
b) Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan yang efektif akan terwujud
apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan
langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi
masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan
bukan di luar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam
situasi sosial kelompok/oreganisasinya. Pemimpin yang membuat keputusan dengan
memperhatikan situasi sosial kelompok organisasinya, akan dirasakn sebagai
keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam
melaksanakannya. Dengan demikian akan terbuka peluang bagi pemimpin untuk
mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sejalan dengan situasi sosial yang
dikembangkannya. Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi sebagai berikut :
·
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat
kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang
terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
·
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat
dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam
melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi, yang dijabarkan dan
dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan
kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan
lima
fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah :
a. Fungsi Instruktif
Fungsi ini berlangsung dan bersifat
komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi
memerintahkan pelaksanaanya pada orang-orang yang dipimpinnya. Fungsi ini
berarti juga keputusan yang ditetapkan tidak akan ada artinya tanpa kemampuan
mewujudkan atau menterjemahkannyamenjadi instruksi/perintah. Selanjutnya
perintah tidak akan ada artinya jika tidak dilaksanakan. Oleh karena itu
sejalan dengan pengertian kepemimpinan, intinya adalah kemampuan pimpinan
menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari
keputusan yang telah ditetapkan.
b. Fungsi Konsultatif
Fungsi ini berlansung dan bersifat
komunikasi dua arah , meliputi pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak
pimpinan. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerap
kali memerlukan bahan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan
orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi itu dapat dilakukan secara terbatas
hanya dengan orang-orang tertentu saja, yang dinilainya mempunyai berbagai
bahan informasi yang diperlukannya dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya
konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah
keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan
untuk memperoleh masukan berupa impan balik (feed Back) yang dapat dipergunakan
untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan
dan dilaksanakan. Dengan menjalankan
fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan
dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlansung efektif.
Fungsi konsultatif ini mengharuskan pimpinan belajar menjadi pendengar yang
baik, yang biasanya tidak mudah melaksanakannya, mengingat pemimpin lebih
banyak menjalankan peranan sebagai pihak yang didengarkan. Untuk itu pemimpin
harus meyakinkan dirinya bahwa dari siapa pun juga selalu mungkin diperoleh
gagasan, aspirasi, saran yang konstruktif bagi pengembangan kepemimpinanya.
c. Fungsi Partisipasi
Fungsi ini tidak sekedar berlangsung dan
bersifat dua arah, tetapi juga berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang
efektif, antara pemimpin dengan sesama orang yang dipimpinnya, baik dalam
keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Fungsi
partisipasi hanya akan terwujud jika pemimpin mengembangkan komunikasi yang
memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan dalam
memecahkan masalah-masalah, yang bagi pimpinan akan dapat dimanfaatkan untuk
mengambil keputusan-keputusan.sehubungan dengan itu musyawarah menjadi penting,
baik yang dilakukan melalui rapat-rapat mapun saling mengunjungi pada setiap
kesempatan yang ada.musyawarah sebagai kesempatan berpartisipasi, harus
dilanjutkan berupa partisipasi dalam berbagai kegiatan melaksanakan
program organisasi.
d. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan
limpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun
tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilah-milah
tugas pokok organisasi dan mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan
pada orang-orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti
kepercayaan, pemimpin harus bersedia dapat mempercayai orang-orang lain, sesuai
dengan posisi/jabatannya, apabila diberi pelimpahan wewenang. Sedang penerima
delegasi harus mampu memelihara kepercayaan itu, dengan melaksanakannya secara
bertanggung jawab. Fungsi pendelegasian harus diwujudkan seorang pemimpin
karena kemajuan dan perkembangan kelompoknya tidak mungkin diwujudkannya
sendiri. Pemimpin seorang diri tidak akan dapat berbuat banyak dan bahkan
mungkin tidak ada artinya sama sekali. Oleh karena itu sebagian wewenangnya
perlu didelegasikan pada para pembantunya, agar dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien.
e. Fungsi Pengendalian
Fungsi
pengendalian merupakan fungsi kontrol. Fungsi ini
cenderung bersifat satu arah, meskipun tidak mustahil untuk dilakukan dengan
cara komunikasi secara dua arah. Fungsi pengendalian bermaksud
bahwa kepemimpinan yang
sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah
dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan
bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu berarti fungsi pengendalian
dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan
pengawasan. Dalam kegiatan tersebut pemimpin harus aktif, namun tidak mustahil
untuk dilakukan dengan mengikutsertakan anggota kelompok/organisasinya.
IV.
Ciri Kepemimpinan
Menurut Kadarman & Udaya Seorang
pemimpin yang efektif tidak akan menggunakan kelebihannya untuk menaklukkan
orang lain, namun justru digunakan untuk mendorong bawahannya dalam mencapai
tujuan sesuai dengan kemampuan yang ada.
1. Swanburg
(2000)
menyatakan bahwa karakteristik pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut:
a. Intelegensi
(pengetahuan, pendapat, keputusan, berbicara)
b. Kepribadian
(mudah adaptasi, waspada, kreatif, kerjasama, integritas pribadi yang baik,
keseimbangan emosi dan tidak ketergantungan kepada orang lain)
c. Kemapuan
(bekerjasama, hubungan antar manusia dan partisipasi sosial).
2.
Fiedler (1977), dikutip
dari Gillies (1996) menyatakan bahwa kepemimpinan dapat berjalan efektif bila:
a.
Kepemimpinan berganti dari satu orang ke
orang lain dan berganti dari satu gaya ke gaya lainnya seiring dengan
terjadinya perubahan situasi kerja.
b.
Pemimpin sebaiknya berasal dari anggota
kelompok kerja, mengenal situasi kerja dan memiliki kemampuan yang lebih tinggi
dibanding anggota kelompok kerja lainnya.
3.
Bennis menyatakan bahwa pemimpin yang
efektif adalah pemimpin yang memenuhi karakteristik sebagai berikut:
a.
Mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks
tentang sistem manusia.
b.
Menerapkan pengetahuan tentang pengembangan
dan pembinaan bawahan.
c.
Mempunyai kemampuan menjalin hubungan antar manusia.
d.
Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan
yang memungkinkan untuk mengenal orang lain dengan baik.
4.
Merton,
menguraikan kepemimpinan yang efekti dapat memenuhi 4 keadaan yaitu :
a.
Seseorang
akan mengerti apabila menerima auatu komunikasi,
b.
Mempunyai
pedoman apa yang harus dilakukan yang diminta oleh komunikasi tadi,
c.
Percaya
bahwa perilaku yang diminta adalah sesuai dengan kehendak perorangan dengan
nilai yang baik,
d.
Sesuai
dengan tujuan dan nilai organisasi.
V.
Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan dapat diartikan sebagai penampilan atau
karakteristik khusus dari suatu bentuk kepemimpinan (Follet, 1940; dikutip dari
Gillies, 1996). Ada 4 (empat) gaya kepemimpinan yang telah dikenal yaitu:
otokratis, demokratis, partisipatif dan laissez faire (Gillies, 1996).
1. Gaya Kepemimpinan Otokratis:
Gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan
kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter, melakukan sendiri semua
perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan dan memotivasi bawahan dengan cara
paksaan, sanjungan, kesalahan dan penghargaan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis:
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya seorang pemimpin yang menghargai
karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota organisasi.
Pemimpin yang demokratis menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi
untuk menggali dan mengolah gagasan bawahan dan memotivasi mereka untuk
mencapai tujuan bersama.
3. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan partisipatif adalah gabungan bersama antara gaya
kepemimpinan otoriter dan demokratis dengan cara mengajukan masalah dan mengusulkan
tindakan pemecahannya kemudian mengundang kritikan, usul dan saran bawahan.
Dengan mempertimbangkan masukan tersebut, pimpinan selanjutnya menetapkan
keputusan final tentang apa yang harus dilakukan bawahannya untuk memecahkan
masalah yang ada.
4. Gaya Kepemimpinan Laisses Faire
Gaya kepemimpinan laisses faire dapat diartikan sebagai gaya “membiarkan”
bawahan melakukan sendiri apa yang ingin dilakukannya. Dalam hal ini, pemimpin
melepaskan tanggung jawabnya, meninggalkan bawahan tanpa arah, supervisi atau
koordinasi sehingga terpaksa mereka merencanakan, melakukan dan menilai
pekerjaan yang menurut mereka tepat.
Selanjutnya dapat dikemukan bahwa keempat gaya kepemimpinan di atas
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Setiap gaya kepemimpinan bisa
efektif dalam situasi tertentu tetapi tidak efektif dalam situasi lainya
(Tannenbaum dan Schmit, 1973; dikutif dari Gillies, 1996). Faktor yang
menetukan efektifitas gaya kepemimpinan secara situasional meliputi: kesulitan
atau kompleksitas tugas yang diberikan, waktu yang tersedia untuk menyelesaikan
tugas, ukuran unit organisasi, pola komunikasi dalam organisasi, latar belakang
pendidikan dan pengalaman pegawai, kebutuhan pegawai dan kepribadian pemimpin
(Gillies, 1996)
VI.
Tipologi Kepemimpinan
Sejak
dahulu kepemimpinan menjadi salah satu kajian yang menarik untuk ditelaah
secara mendalam, sebab arah peradaban suatu bangsa tak bisa lepas dari sebuah
gaya kepemimpinan seseorang. Namun tentu saja setiap proporsi kepemimpinan dari
seorang pemimpin senangtiasa berbeda-beda sebab itu semua bergantung pada
bangunan epistemologis dan konstruk ideologisnya masing-masing. Ada beberapz
tipologi kepemimpinan yang sering kali kita temukan dalam gaya seorang pemimpin
:
1. Otoriter/Totaliter
Yaitu kepemimpinan yang selalu memaksakan
kehendaknya pada setiap orang meskipun dengan jalan kekerasan, namun
kebijakannya berlaku secara distributive dan tanpa kompromi. Secara epitemologis cenderung beraliran
Macchiavellian, Hobbesian
2. Demokratis
Yaitu kepemimpinan yang
cenderung yang selalu menggunakan
musyawarah, namun gayab ini sangat lemah mengambil sikap dalam setiap
tindakannya dan terkesan pragmatic. Secara epitemologis beraliran
liberal-moderat
3. Karismatik
Kepemimpinan yang
menggunakan jalan kemanusiaan, dibanding dengan kepentingan pragmatis. Secara
epitemologis cenderung mengikuti aliran humanistic-teologis
VII.
Tokoh yang Diidolakan “Dahlan Iskan”
Dahlan Iskan lahir di Magetan pada
tanggal 17 Agustus 1951. Saat ini (2012) adalah Menteri Badan Usaha Milik
Negara Indonesia Kabinet indonesia Bersatu di bawah pimpinan Susilo Bambang
Yudhoyono. Sejak 19 Oktober 2011 lalu, Dahlan Iskan resmi menjabat, menggantikan
Mustafa Abubakar.
Dahlan kecil dibesarkan dilingkungan pedesaan dangan serba
kekurangan, akan tetapi sangat kental akan suasana religiusnya. Ada cerita
menarik yang saya baca pada buku beliau Ganti Hati yang menggambarkan betapa
serba kekurangannya beliau ketika waktu kecil. Disitu diceritakan Dahlan kecil
hanya memiliki satu celana pendek dan satu baju, tapi masih memiliki satu
sarung!. Dan dengan joke-joke pak Dahlan yang segar beliau menceritakan
kehebatan dari sarung yang dimiliki. Disini beliau menceritakan bahwa sarung
bisa jadi apa saja. Mulai jadi alat ibadah, mencari rezeki, alat hiburan,
fashion, kesehatan sampai menjadi alat untuk menakut-nakuti.
Kalau Dahlan kecil lagi mencuci baju, sarung bisa
dikemulkan pada badan atasnya. Kalau lagi mencuci celana, sarung bisa dijadikan
bawahan. Kalau lagi cari sisa-sisa panen kedelai sawah orang kaya, sarung itu
bisa dijadikan karung. Kalau perut lagi lapar dan dirumah tidak ada makanan,
sarung bisa diikatkan erat-erat dipinggang jadilah dia pengganjal perut yang
andal. Kalau mau sholat jadilah dia benda yang penting unutk menghadap Tuhan.
Kalau lagi kedinginan, jadilah dia selimut. Kalau sarung itu sobek masih bisa
dijahit. Kalau ditempat jahitan itu robek lagi, masih bisa ditambal. Kalau
tambalanya pun robek, sarung itu belum tentu akan pensiun. Masih bisa
dirobek-robek lagi, bagian yang besar bisa digunakan sebagai sarung bantal dan
bagian yang kecil bisa dijadikan popok bayi. Ada pelajaran yang bisa kita petik
dari cerita beliau, bahwa apapun kondisi kita, baik kurang, cukup atau lebih
kita harus tetap bersyukur, sabar dan harus menikmati semuanya dengan apa
adanya.
Seperti judul sebuah artikel terbitan
Kompas.com, Dahlan Iskan, Anak Miskin yang jadi Menteri, Dahlan Iskan
menghabiskan masa kecilnya di sebuah pedesaan. Pada saat itu, hidupnya serba
kekurangan. Orang tua Dahlan Iskan bahkan tidak mengingat kapan Dahlan Iskan
lahir, sehingga dia sendiri memilih tanggal kelahirannya, yaitu 17 Agustus
1951, sesuai dengan Hari Kemerdekaan RI, agar mudah diingat.. Sebelum dikenal
sebagai sosok penting bagi perkembangan Indonesia saat ini, Dahlan Iskan adalah
seorang reporter surat kabar di Samarinda, Kalimantan Selatan. Satu tahun
kemudian, 1976, Dahlan Iskan beralih profesi menjadi seorang wartawan majalah
Tempo. Karirnya berkembang dengan baik, sehingga pada tahun 1982, Dahlan Iskan
ditunjuk sebagai pimpinan surat kabar Jawa Pos hingga sekarang (2012).
Dahlan Iskan merupakan seorang sosok
penting dalam revitalisasi Jawa Pos. Pada saat itu, Jawa Pos yang dapat
dikatakan hampir mati mampu berkembang dan mencapai oplah hingga 300.000 dari
6.000 eksemplar dalam kurun waktu lima tahun. Lima tahun kemudian, terbentuklah
Jawa Pos News Network (JPNN) yang menaungi 134 surat kabar, tabloid, dan
majalah. Selain itu, JPNN juga memiliki 40 jaringan percetakan di seluruh
Indonesia. Kemudian pada tahun 1997, Dahlan Iskan mendirikan Graha Pena di
Surabaya.
Selain jurnalistik, Dahlan Iskan
juga mendirikan stasiun televisi lokal JTV (Jawa Timur TV) di Surabaya pada
tahun 2002. Stasiun TV serupa didirikan di Batam dan di Riau dengan nama
BatamTV dan RiauTV.
Pada awal 2009, Dahlan Iskan mulai
mengembangkan karirnya dengan menjabat sebagai komisaris PR Fangbian Iskan
Corporindo (FIC). Perusahaan tersebut membangun Sambungan Komunikasi Kabel laut
(SKKL) antara Surabaya dan Hong Kong dengan panjang serat optik 4.300
kilometer.
Selain sambungan komunikasi, Dahlan
Iskan juga memiliki banyak rencana cemerlang untuk sambungan listrik. Sejak
akhir tahun 2009, Dahlan Iskan memimpin PLN. Dia menggantikan Fahmi Mochtar
sebagai Direktur Utama PLN yang sebelumnya menuai kritikan pedas akibat
seringnya lampu mati di daerah Jakarta. Sehubungan dengan hal tersebut, Dahlan
Iskan mencanangkan gebrakan bebas byar pet dalam 6 bulan untuk seluruh wilayah
Indonesia. Lalu, dia juga mencanangkan gerakan sehari sejuta sambungan. Setelah
itu, dia merencanakan pembangunan PLTS untuk 100 pulau di Indonesia Bagian
Timur untuk daerah Pulau Banda, Manado, Derawan, Wakatobi, dan Citrawangan.
Selain itu, Dahlan Iskan juga merupakan presiden direktur PT Cahaya Fajar
Kaltim dan PT prima Electric Power di Surabaya; perusahaan pembangkit listrik
swasta.
Prestasi Dahlan Iskan dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam listrik, tentunya, mendapatkan respon
positif dari pemerintah. Pada 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan terpilih sebagai
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menggantikan Mustafa Abubakar
yang sakit. Pada saat itu bisa dibilang Dahlan Iskan berat untuk menerima
tawaran tersebut karena dia sedang berada di puncak semangat untuk memperbarui
sistem PLN. Dalam karirnya sebagai Menteri BUMN, target awal Dahlan Iskan
adalah menyusutkan jumlah BUMN dalam program rekstrukturisasi aset negara.
Rencana tersebut menunggu persetujuan Menteri Keuangan. Selain profesi
tersebut, Dahlan Iskan adalah seorang penulis. Dia menulis "Ganti
Hati" pada tahun 2008 silam, berdasarkan pengalamannya cangkok hati di
Tiongkok.
Pada 8 Juli 2013, Dahlan menerima
gelar honoris causa di bidang komunikasi dan penyiaran Islam dari IAIN
Walisongo Semarang. Rektor IAIN Walisongo Semarang menilai Dahlan sebagai sosok
inspiratif, akademisi, pengambil kebijakan dan implementor program. Walau tidak
menyelesaikan pendidikan di IAIN tapi bisa sukses di bidang usaha dan
pemerintahan.
Hal-hal
menarik dalam sosok Dahlan Iskan
·
Walau
berasal dari keluarga yang miskin serta tidak mengenyam pendidikan yang tinggi,
tapi Ia dapat menjadi sosok yang penting dalam Negara.
·
Dalam
kurun waktu 5 tahun, ia telah dapat membangkitkan Jawa Pos yang hampir mati dan
menjadikan Jawa Pos sebagai surat kabar paparan atas seperti Kompas.
Hal-hal yang dapat diteladani dari
Dahlan Iskan
·
Selama
menjadi Direktur Utama PLN, Dahlan Iskan memilih tidak mengambil gaji dan
menempati rumah dinas yang telah menjadi haknya. Ditengah maraknya korupsi,
Dahlan justru memilih hal yang berlawanan.
·
Walaupun
Pemimpin, Dahlan Iskan turut ikut kelapangan untuk mengawasi kerja
karyawan-karyawannya.
·
Tetap
menjadi diri sendiri dengan penampilan seperti biasanya walaupun telah memikul
profesi yang tinggi.
·
Selalu
memiliki ide yang brilian dan langsung melaksanakan gebrakan-genrakan menuju
perubahan yang lebih baik.
·
Tidak
egois, mengerti bahwa generasi muda lebih pantas untuk memimpin sesuai dengan
zamannya.
·
Tetap
berusaha walaupun rintangan terus menerpa dan tidak pernah berputus asa.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan.
Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya,
tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa
kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan,
apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau
kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap
teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia utama kepemimpinan
adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan
kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu
bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain.
Pemimpin bukan sekedar
gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan
berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership
from the inside out).
B. Saran
Sangat diperlukan sekali
jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu
selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri.
Jika saja Indonesia
memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena
jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut
mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah
pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung
kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang
dipimpin.
DAFTAR
PUSTAKA
Muninjaya
Gde. 2004. Manajemen Kesehatan.
Jakarta : EGC
Nursalam. 2008. Manajemen
Keperawatan: Aplikasi dalam prektik Keperawatan Profesional Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika
Sumijatun. 2009. Manajemen Keperawawatan Konsep Dasar Dan
Aplikasi Pengambilan Keputusan Klinis. Jakarta : CV. Trans Info media
Swansburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta : EGC
\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\