LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA NEONATORUM
A. DEFENISI
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi
baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat
gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama
atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan
dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir.
Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau
segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan
pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi
gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Prawirohardjo: 2008).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan
dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera stelah
lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, dan
sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya
kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya
asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, atau
dapat terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkannya,
diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, paru,
gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan, dapat terjadi pada
faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin
itu sendiri. ( Hidayat, 2005).
B.
ETIOLOGI
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat
menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1.
Factor Ibu
·
Cacat bawaan
·
Preeklampsia
dan eklampsia
·
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio
plasenta)
·
Partus
lama atau partus macet
·
Demam
selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
·
Kehamilan
Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
·
Hipoventilasi selama anastesi
·
Penyakit jantung sianosis
·
Gagal bernafas
·
Keracunan CO
·
Tekanan darah rendah
·
Gangguan kontraksi uterus
·
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
2.
Factor tali pusat
·
Lilitan
tali pusat
·
Tali
pusat pendek
·
Simpul
tali pusat
·
Prolapsus
tali pusat
3.
Factor bayi
·
Kompresi umbilikus
·
Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
·
Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
·
Prematur
·
Gemeli
·
Kelainan congential
·
Pemakaian obat anestesi
·
Trauma yang terjadi akibat persalinan
·
Bayi
prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
·
kelainan
bawaan (kongenital)
·
Air
ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
4.
Factor plasenta
·
Plasenta tipis
·
Plasenta kecil
·
Plasenta tidak menempel
·
Solusio plasenta
5.
Factor persalinan
·
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,
distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
·
Partus lama
·
Partus tindakan
C. MANIFESTASI
KLINIK
Bayi yang mengalami kekurangan O2
akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun,
sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-agsur berkurang dari
bayi memasuki periode apneru primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia
neunatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping
hidung, sianosisus, nadi cepat Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7. Menurunnya PH (akibat acidosis
respoiraktorik dan metabolic)
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak
metabolisme anaerob
9. Terjadinya perubahan sistem
kardivaskuler
D. PATOFISIOLOGI
Selama kehidupan di dalam rahim,
paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta
menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh
janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi
didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah
dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini
disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian
besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak
yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan
menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai
berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan
yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan
meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan
dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung
kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai
memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai
mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk
sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi
cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan
tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada
kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk
mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses
persalinan normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk
mempercepat proses
keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi
kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan ini
adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa tarikan
nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik
nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang
atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada
keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal
dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan
tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh
obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi
sesar.
Dalam hal respirasi selain
mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam alveoli masih ada masalah lain
yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran
gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang
berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru
seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen
akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap
tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru
tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih
ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia,
fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya
komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan,
gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus,
maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam
organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu
fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular
yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara
singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan
proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen
tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan
masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin
berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.
Bila
janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin
lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila
asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan
yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki perioode apneu sekunder. Selama apneu sekunder,
denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
E. PENYIMPANGAN
KDM
Factor ibu :
reeclampsia factor bayi : kompresi factor
tali pusat: factor lain :
dan
eklampsia, keracunan umbilicus,
kelainan lilitan tali pusat, persalinan &
O2 bawaan tali pusat pendek plasenta
ASFIKSIA
Kadar
O2 menurun. CO2 ↑ paru-paru
terisi cairan
|
|
Apneu kerusakan otak asidosis respiratorik
DJJ
& TD ↓ kematian bayi suplai O2 dalam darah ↓ gangguan perfusi ventilasi
|
|
terhadap rangsangan
|
|||||
|
|||||
F. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan untuk mendiagnosis adanya asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik)
yaitu:
a. Pemeriksaan
pH darah janin
Dengan
menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah
7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro, 2007).
b. Analisa
Gas Darah
Analisa
dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya asidosis dan
alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat saturasi SaO2
dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui oksigenasi,
evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
c. Elektrolit
Darah
Komplikasi
metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garam-garam elektrolit
sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul asidosis laktat,
hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah dilakukan
uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum, natrium, keton atau
protein (Harris, 2003).
d. Gula
darah
Pemeriksaan
gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan
glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia umumnya mengalami
hipoglikemi.
e. Pemeriksaan
radiologik
Pemeriksaan
radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography scan (CT-Scan) dan
magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan
diagnosis
f. USG ( Kepala )
g. Penilaian APGAR score
h. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
i. Foto polos dada
G. TERAPI
DAN PENGOBATAN
1. Pengaturan suhu
Segera
setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya
dengan kain kering dan hangat, dan diletakan telanjang di bawah alat/ lampu
pemanas radiasi, atau pada tubuh Ibunya, bayi dan Ibu hendaknya diselimuti
dengan baik, namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan
pada tubuh bayi.
2. Lakukan tindakan A-B-C-D (Airway/
membersihkan jalan nafas, Breathing/ mengusahakan timbulnya pernafasan/
ventilasi, Circulation/ memperbaiki sirkulasi tubuh, Drug/ memberikan obat)
A. Memastikan saluran nafas terbuka
ü Meletakkan bayi dalam posisi kepala
defleksi, bahu diganjal.
ü Menghisap mulut, hidung dan trakhea.
ü Bila perlu, masukkan pipa ET untuk
memastikan saluran pernafasan terbuka.
B. Memulai pernafasan
ü Memakai rangsangan taktil untuk memulai
pernafasan.
ü Memakai VTP bila perlu, seperti
sungkup dan balon, pipa ET dan balon, mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)
C. Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsangan
dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompres pada daerah dada
D. Pemberian obat-obatan
ü Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah 80 x/mnt walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan oksigen 100 % dan kompresi dada atau frekuensi jantung. Dosis 0,1 – 0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara pemberian dapat melalui intravena (IV) atau melalui pipa endotrakheal.
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah 80 x/mnt walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan oksigen 100 % dan kompresi dada atau frekuensi jantung. Dosis 0,1 – 0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara pemberian dapat melalui intravena (IV) atau melalui pipa endotrakheal.
Efek
: Untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi jantung
ü Volume ekspander (darah/ whole
blood, cairan albumin-salin 5%, Nacl, RL).
Indikasi
: digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau diduga adanya
kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemi. Dosis 10 ml/ kg. Cara
pemberian IV dengan kecepatan pemberian selama waktu 5-10 menit.
Efek
: meningkatkan volume vaskuler, meningkatkan asidosis metabolik.
ü Natrium Bikarbonat
Indikasi
: digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak memberikan respon
terhadap terapi lain. Diberikan apabila VTP sudah dilakukan.
Efek
: memperbaiki asidosis metabolik dengan meningkatkan ph darah apabila ventilasi
adekuat, menimbulkan penambahan volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
ü Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi
: depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian narkotik pada Ibu dalam
4 jam sebelum persalinan.
Efek
: antagonis narkotik.
H. ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien
Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien
a. Identitas Pasien
yaitu: mencakup nama pasien,
umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal
masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Keluhan
Utama
biasanya bayi setelah partus
akan menunjukkan tidak bias bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan sianosis, hipoksia, hiperkapnea, dan
asidosis metabolic
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1)
Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
2)
Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak, placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin abnormal, lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak, placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin abnormal, lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir
3)
Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
d. Riwayat
kesehatan
-
RKD
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
-
RKS
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada, perubahan fungsi janutng, kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus dan menagis kurang baik atau tidak menangis.
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada, perubahan fungsi janutng, kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus dan menagis kurang baik atau tidak menangis.
-
RKK
biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensiyang diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infeksi.
biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensiyang diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infeksi.
e. Pemeriksaan
fisik
·
Kulit
warna kulit tubuh merah,
sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan
verniks.
·
Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau
cembung.
·
Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
·
Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
·
Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
·
Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya
kelainan.
·
Leher
Perhatikan
kebersihannya karena leher neonatus pendek.
·
Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi
jantung lebih dari 100 x/menit.
·
Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus
costae pada garis papilla mamae, lien tidak teraba,
perut buncit berarti adanya
asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa
kelahiran bayi, sering terdapat retensi
karena GI Tract belum sempurna.
·
Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda-
tanda infeksi pada tali pusat.
·
Genitalia
Pada
neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki-laki,
neonatus perempuan lihat labia mayor dan
labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
·
Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeces.
·
Ekstremitas :
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf
atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.
f.
Refleks
Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah
tulang
2. Diagnose
keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d
hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2
sehubungan dengan post asfiksia berat.
5. Resiko terjadinya hipotermia .
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
7. Resiko tinggi terjadinya infeksi
berhubungan dengan respon imun yang terganggu.
8. Gangguan hubungan interpersonal
antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat terpisah.
3. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
produksi mukus banyak.
Tujuan
:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
jalan nafas lancar.
Kriteria
Hasil :
-
Tidak
menunjukkan demam.
-
Tidak
menunjukkan cemas.
-
Rata-rata
repirasi dalam batas normal.
-
Pengeluaran
sputum melalui jalan nafas.
-
Tidak
ada suara nafas tambahan.
Intervensi
:
a. Auskultasi bunyi napas,dan catat
adanya bunyi napas tambahan
Rasional
:obstrusi jalan napas dapat dimanifestasikan dengan adnya bunyi tambahan
missal ronki
b. Kaji / pantau frekuensi pernapasan
Rasional
: pada takipnea biasanya ditemukan pernapasan dapat melambat dan frekuensi
espirasi memanjang dibanding ispirasi.
c. Catat adanya dispnea
Rasional:
disfungsi pernapasan adalah variable biasanya disebabkan oleh adanya infeksi
atau reaksi alergi.
2. Pola nafas tidak efektif b.d
hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan
:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
pola nafas menjadi efektif.
Kriteria
hasil :
-
Pasien
menunjukkan pola nafas yang efektif.
-
Ekspansi
dada simetris.
-
Tidak
ada bunyi nafas tambahan.
-
Kecepatan
dan irama respirasi dalam batas normal.
Intervensi
:
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan melakukan pengisapan lender.
b. Pantau status pernafasan dan
oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
c. Auskultasi jalan nafas untuk
mengetahui adanya penurunan ventilasi
d. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
e. Siapkan pasien untuk ventilasi
mekanik bila perlu.
Berikan
oksigenasi sesuai kebutuhan.
3. Kerusakan pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan
:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
pertukaran gas teratasi.
Kriteria
hasil :
-
Tidak
sesak nafas
-
Fungsi
paru dalam batas normal
Intervensi
:
a. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas,
kedalaman nafas dan produksi sputum.
b. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
c. Pantau hasil Analisa Gas Darah
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2
sehubungan dengan post asfiksia berat
Tujuan:
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria
hasil :
-
Pernafasan
normal 40-60 kali permenit
-
Pernafasan
teratur
-
Tidak
cyanosis
-
Wajah
dan seluruh tubuh warna kemerahan
-
Gas
darah normal.
Intervensi:
a. Letakkan bayi terlentang dengan alas
yang datar, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan
bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm.
Rasional:Memberi
rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran
jalan nafas.
b. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung
bila perlu.
Raional:Jalan
nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas
yang sempurna.
c. Observasi gejala kardinal dan
tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam.
Rasional:Deteksi
dini adanya kelainan.
d. Kolaborasi dengan team medis dalam
pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.
Rasional:Menjamin
oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak. Dan
peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi.
5. Resiko terjadinya hipotermi
sehubungan dengan adanya proses persalinan yang lama dengan ditandai akral
dingin suhu tubuh dibawah 36° C.
Tujuan:
Tidak terjadi hipotermia.
Kriteria:
-
Suhu
tubuh 36,5 – 37,5°C
-
Akral
hangat; Warna seluruh tubuhkemerahan.
Intervensi:
a. Letakkan bayi terlentang diatas
pemancar panas (infant warmer).
Rasional:Mengurangi
kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi menjadi hangat.
b. Singkirkan kain yang sudah dipakai
untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas handuk / kain yang kering dan
hangat.
Rasional:Mencegah
kehilangan tubuh melalui konduksi.
c. Observasi suhu bayi tiap 6 jam.
Rasional:Perubahan
suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia
d. Kolaborasi dengan team medis untuk
pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin diberikan.
Rasional:Mencegah
terjadinya hipoglikemia.
6. Resiko gangguan penemuan kebutuhan
nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria:
-
Bayi
dapat minum pespeen / personde dengan baik
-
Berat
badan tidak turun lebih dari 10%; Retensi tidak ada.
Intervensi:
a. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah
dan frekuensi serta konsistensi.
Rasional:
Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat
b. Monitor turgor dan mukosa mulut.
Rasional:
Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.
c. Monitor intake dan out put
Rasional:
Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance).
d. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan.
Rasional;
Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
e. Lakukan control berat badan setiap
hari.
Rasional:
Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.
7. Resiko terjadinya infeksi.
Tujuan: Selama perawatan tidak
terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria:
-
Tidak
ada tanda-tanda infeksi
-
Tidak
ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi:
a. Lakukan teknik aseptik dan
antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
Rasional:
Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah.
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan.
Rasional:
Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.
c. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang
isolasi (kamar bayi).
Rasional:
Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi.
d. lakukan perawatan tali pusat dengan
triple dye 2 kali sehari.
Rasional:
Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat
karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan.
e. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan
lingkungan bayi.
Rasional:
Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
f. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala
kardinal.
Rasional:
Deteksi dini adanya kelainan.
g. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
Rasional:
Mencegah terjadinya penularan infeksi.
h. Kolaborasi dengan team medis untuk
pemberian antibiotik.
Rasional:
Mencegah infeksi dari pneumonia.
8. Gangguan hubungan interpersonal
antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif.
Tujuan:
Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.
Kriteria:
-
Ibu
dapat segera menggendong dan meneteki bayi
-
Bayi
segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.
Intervensi:
a. Jelaskan para ibu / keluarga tentang
keadaan bayinya sekarang
Rasional:
Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk kooperatifan
ibu/keluarga.
b. Bantu orang tua / ibu mengungkapkan
perasaannya.
Rasional:
Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi.
c. Orientasi ibu pada lingkungan rumah
sakit.
Rasional:
Ketidaktahuan memperbesar stressor.
d. Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung
(batasi oleh kaca pembatas).
Rasional:
Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca pembatas.
e. Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi
jika keadaan bayi memungkinkan
Rasional:
Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan bayi/setelah bayi
diperbolehkan pulang