Jumat, 06 September 2013

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA NEONATORUM



LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA NEONATORUM

A.   DEFENISI
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Prawirohardjo: 2008).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera stelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan, dapat terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin itu sendiri. ( Hidayat, 2005).


B.   ETIOLOGI
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.    Factor Ibu
·         Cacat bawaan
·         Preeklampsia dan eklampsia
·         Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
·         Partus lama atau partus macet
·         Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
·         Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
·         Hipoventilasi selama anastesi
·         Penyakit jantung sianosis
·         Gagal bernafas
·         Keracunan CO
·         Tekanan darah rendah
·         Gangguan kontraksi uterus
·         Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
2.    Factor tali pusat
·         Lilitan tali pusat
·         Tali pusat pendek
·         Simpul tali pusat
·         Prolapsus tali pusat
3.    Factor bayi
·         Kompresi umbilikus
·         Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
·         Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
·         Prematur
·         Gemeli
·         Kelainan congential
·         Pemakaian obat anestesi
·         Trauma yang terjadi akibat persalinan
·         Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
·         kelainan bawaan (kongenital)
·         Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
4.    Factor plasenta
·         Plasenta tipis
·         Plasenta kecil
·         Plasenta tidak menempel
·         Solusio plasenta
5.    Factor persalinan
·         Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
·         Partus lama
·         Partus tindakan

C.   MANIFESTASI KLINIK
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-agsur berkurang dari bayi memasuki periode apneru primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosisus, nadi cepat Gejala lanjut pada asfiksia :
1.    Pernafasan megap-megap yang dalam
2.    Denyut jantung terus menurun
3.    Tekanan darah mulai menurun
4.    Bayi terlihat lemas (flaccid)
5.    Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6.    Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7.    Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic)
8.    Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9.    Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler

D.   PATOFISIOLOGI
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan  oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki perioode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.








E.   PENYIMPANGAN KDM
Factor ibu : reeclampsia         factor bayi : kompresi    factor tali pusat:       factor lain :
dan eklampsia, keracunan     umbilicus, kelainan         lilitan tali pusat,        persalinan &
O2                                           bawaan                           tali pusat pendek     plasenta















 
     
                                                ASFIKSIA

Kadar O2 menurun. CO2 ↑                                                                            paru-paru terisi cairan


 
        Bersihan jalan nafas tidak efektif
 
                                                                                                                                               
        Resti  cedera
 
Napas cepat                suplai O2 ke paru ↓                                                                 gangguan metabolisme
    Apneu                         kerusakan otak                                                                       asidosis respiratorik
DJJ & TD ↓                    kematian bayi          suplai O2 dalam darah ↓                gangguan perfusi ventilasi
        Kerusakan pertukaran gas
 
        Proses keluarga terhenti
 
Janin tidak berreaksi
terhadap rangsangan








        Pola nafas tidak efektif
 



        Resti ketidak seimbangn suhu tubuh
 



 




F.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
a.    Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro, 2007).
b.    Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
c.    Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garam-garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum, natrium, keton atau protein (Harris, 2003).
d.    Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia umumnya mengalami hipoglikemi.


e.    Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis
f.     USG ( Kepala )
g.    Penilaian APGAR score
h.    Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
i.      Foto polos dada

G.   TERAPI DAN PENGOBATAN
1.    Pengaturan suhu
Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakan telanjang di bawah alat/ lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh Ibunya, bayi dan Ibu hendaknya diselimuti dengan baik, namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi.
2.    Lakukan tindakan A-B-C-D (Airway/ membersihkan jalan nafas, Breathing/ mengusahakan timbulnya pernafasan/ ventilasi, Circulation/ memperbaiki sirkulasi tubuh, Drug/ memberikan obat)
A.   Memastikan saluran nafas terbuka
ü  Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.
ü  Menghisap mulut, hidung dan trakhea.
ü  Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
B.   Memulai pernafasan
ü  Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
ü  Memakai VTP bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET dan balon, mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)

C.   Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompres pada daerah dada
D.   Pemberian obat-obatan
ü  Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah 80 x/mnt walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan oksigen 100 % dan kompresi dada atau frekuensi jantung. Dosis 0,1 – 0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara pemberian dapat melalui intravena (IV) atau melalui pipa endotrakheal.
Efek : Untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi jantung
ü  Volume ekspander (darah/ whole blood, cairan albumin-salin 5%, Nacl, RL).
Indikasi : digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau diduga adanya kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemi. Dosis 10 ml/ kg. Cara pemberian IV dengan kecepatan pemberian selama waktu 5-10 menit.
Efek : meningkatkan volume vaskuler, meningkatkan asidosis metabolik.
ü  Natrium Bikarbonat
Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak memberikan respon terhadap terapi lain. Diberikan apabila VTP sudah dilakukan.
Efek : memperbaiki asidosis metabolik dengan meningkatkan ph darah apabila ventilasi adekuat, menimbulkan penambahan volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
ü  Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian narkotik pada Ibu dalam 4 jam sebelum persalinan.
Efek : antagonis narkotik.
H.   ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien
a.       Identitas Pasien
yaitu: mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b.      Keluhan Utama
biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bias bernafas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan sianosis, hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis metabolic
c.        Riwayat kehamilan dan kelahiran
1)         Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
2)          Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak, placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin abnormal, lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir
3)          Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
d.      Riwayat kesehatan
-          RKD
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
-          RKS
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada, perubahan fungsi janutng, kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus dan menagis kurang baik atau tidak menangis.
-          RKK
biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensiyang diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infeksi.
e.      Pemeriksaan fisik
·         Kulit                     
warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
·         Kepala                
      Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal  haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
·         Mata                    
      Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding  konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan  refleksi terhadap cahaya.
·         Hidung                
      Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan   lendir.
·         Mulut                   
      Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
·         Telinga                
      Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
·         Leher                   
      Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
·         Thorax                 
      Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara   wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari   100 x/menit.
·         Abdomen            
      Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae            pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti   adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma,  bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering   terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
·         Umbilikus                       
      Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda infeksi pada tali pusat.
·         Genitalia 
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan  letak muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan  lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
·         Anus                   
      Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar   serta warna dari faeces.
·         Ekstremitas         : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya  patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari  tangan serta jumlahnya.
f.        Refleks                     
      Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai  keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah tulang

2.      Diagnose keperawatan
1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2.    Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3.    Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4.    Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.
5.    Resiko terjadinya hipotermia .
6.    Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
7.    Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan respon imun yang terganggu.
8.    Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat terpisah.
3.      Intervensi
1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
Kriteria Hasil :
-          Tidak menunjukkan demam.
-          Tidak menunjukkan cemas.
-          Rata-rata repirasi dalam batas normal.
-          Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
-          Tidak ada suara nafas tambahan.
Intervensi :
a.    Auskultasi bunyi napas,dan catat adanya bunyi napas tambahan
Rasional :obstrusi jalan napas dapat dimanifestasikan dengan adnya bunyi tambahan  missal ronki
b.    Kaji / pantau frekuensi pernapasan
Rasional : pada takipnea biasanya ditemukan pernapasan dapat melambat dan frekuensi espirasi memanjang dibanding ispirasi.
c.    Catat adanya dispnea
Rasional: disfungsi pernapasan adalah variable biasanya disebabkan oleh adanya infeksi atau reaksi alergi.

2.    Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
-          Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
-          Ekspansi dada simetris.
-          Tidak ada bunyi nafas tambahan.
-          Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Intervensi :
a.    Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
b.    Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
c.    Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi
d.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
e.    Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
3.    Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
Kriteria hasil :
-          Tidak sesak nafas
-          Fungsi paru dalam batas normal
Intervensi :
a.    Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
b.    Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
c.     Pantau hasil Analisa Gas Darah

4.    Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat
Tujuan: Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria hasil :
-          Pernafasan normal 40-60 kali permenit
-          Pernafasan teratur
-          Tidak cyanosis
-          Wajah dan seluruh tubuh warna kemerahan
-          Gas darah normal.
Intervensi:
a.    Letakkan bayi terlentang dengan alas yang datar, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm.
Rasional:Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran jalan nafas.
b.    Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
Raional:Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas yang sempurna.
c.    Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam.
Rasional:Deteksi dini adanya kelainan.
d.    Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.
Rasional:Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan  otak. Dan peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi.
5.    Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya proses persalinan yang lama dengan ditandai akral dingin suhu tubuh dibawah 36° C.
Tujuan: Tidak terjadi hipotermia.
Kriteria:
-          Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C
-          Akral hangat; Warna seluruh tubuhkemerahan.
Intervensi:
a.    Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer).
Rasional:Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi menjadi hangat.
b.    Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas handuk / kain yang kering dan hangat.
Rasional:Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi.
c.    Observasi suhu bayi tiap 6 jam.
Rasional:Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia
d.    Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin diberikan.
Rasional:Mencegah terjadinya hipoglikemia.
6.    Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria:
-          Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik
-          Berat badan tidak turun lebih dari 10%; Retensi tidak ada.
Intervensi:
a.    Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.
Rasional: Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat
b.    Monitor turgor dan mukosa mulut.
Rasional: Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.
c.    Monitor intake dan out put
Rasional: Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance).
d.    Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan.
Rasional; Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
e.    Lakukan control berat badan setiap hari.
Rasional: Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.
7.    Resiko terjadinya infeksi.
Tujuan: Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria:  
-          Tidak ada tanda-tanda infeksi
-          Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi:
a.    Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
Rasional: Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah.
b.    Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional: Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.
c.     Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi).
Rasional: Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi.
d.    lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.
Rasional:  Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat  pengeringan tali pusat karena   mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan.
e.    Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
Rasional: Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
f.      Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal.   
Rasional: Deteksi dini adanya kelainan.
g.    Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
Rasional: Mencegah terjadinya penularan infeksi.
h.    Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.
Rasional: Mencegah infeksi dari pneumonia.
8.    Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif.
Tujuan: Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.
Kriteria:
-          Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi
-          Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.
Intervensi:
a.    Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang
Rasional: Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk kooperatifan ibu/keluarga.
b.    Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya.
Rasional:  Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi.
c.    Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit.
Rasional: Ketidaktahuan memperbesar stressor.
d.     Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas).
Rasional: Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca pembatas.
e.     Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan
Rasional: Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan bayi/setelah bayi diperbolehkan pulang