Selasa, 01 Oktober 2013

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM THYPPOID DI RUMAH SAKIT SYEKH YUSUF GOWA



LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM THYPPOID
 DI RUMAH SAKIT SYEKH YUSUF GOWA


 







OLEH
ISMI
14220100220
             CI  LAHAN                                                                                CI  INSTITUSI


(……………………………..)                                                     (………………………….....)

PRAKTIK KLINIK PROGRAM AKADEMIK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMEM THYPOID

A.   DEFENISI
Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya  mengenai saluran  pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk.,2005, hal 152).
Demam tifoid merupakan penyakti infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih desertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan, 2007).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella typhi”. ( Ovedoff, 2002: 514).

B.   ETIOLOGI
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di isolasi pertama kali dari seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di Jerman pada tahun 1884.mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk spora.salmonella typhi, dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan manosa,tetapi tidak dapat mempermentasikan laktosa.
Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :
a.    Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipop[olisakarida dan berifat sfesifik group.
b.    Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan bersifat       spesifik spesies.
c.    Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel.
d.    Outer Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi merupakan bagian dari dinding terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan zat dan cairan kedalam membrane sitoplasma.
Salmonella thypi hanya dapat hidup pada tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 7000C dan antiseptik.. sumber penularan berasal dari tinja dan urine karier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan. (Soegeng Soegijanto, 2002)

C.   MANIFESTASI KLINIS
Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
·         Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
·         Gangguan Pada Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
·         Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
·         Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

D.   PATOFISIOLOGI
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman kemakanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yangdikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonellathypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencucitangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orangyang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usushalus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam  usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Di dalam jaringan limpoid inikuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-selretikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan olehendotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwaendotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu prosesinflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi danendotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

E.   PENYIMPANGAN KDM






























F.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1.    Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2.    Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3.    Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
·         Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
·         Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
·         Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
·         Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4.    Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
·         Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
·         Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
·         Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

A.   TERAPI DAN PENGOBATAN
a.    Perawatan.
-          Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
-          Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b.    Diet.
-          Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein
-          Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
-          Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
-          Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c.    Obat-obatan.
-          Klorampenikol
Keuntungannya adalah dapat menurunkan panas dengan cepat, harga murah,masa toksik lebih singkat, gejala / keluhan lebih cepat hilang, menurunkankomplikasi.Indikasi penggunaan kloramfenikol adalah :
a.    Typus yang pertama, bukan yang relaps / karier 
b.    Tidak ada pensitopeni
c.    Lekosit > 3000 / mm4.Wanita tidak hamil (karena dapat sebabkanGray Baby Sindrom)Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3 dosis.Jika tidak bisa peroral maka diberikan secara iv dengan dosis 50 mg, neonates
-          Tiampenikol
Mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol,   mengingat susunankimianya hampir sama, hanya komplikasi hematogen pada tiamfenikol lebih jarang dilaporkan.Dosis oral yang dianjurkan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.Indikasi untuk pengobatan demam tifoid relaps / karier (sebab disekrasikanlewat empedu dalam bentuk aktif)
-          Kotrimoxazol
Efektifitasnya terhadap demam tyiphoid masih banyak yang controversial. kelebihan kotrimoxaol antara lain dapat digunakan dapat digunakan untuk kasus yangresisten terhadap kloramfenikol.Penyerapan di usus cukup baik, kemungkinantimbulnya kekambuhan pengobatan lebih kecil dibandingkan kloramfenikol. Kelemahan obat ini adalah terjadinya skin rash (1-5%),Stevent Jhonson Sindrom, Agranulositosis, Trombositopeni, Megaloblastik anemia. Hemolisiseritrosit terutama pada penderita defesiensi G6PD. Dosis oral obat ini adalah 30-40 mg/Kg/KgBB/hari untuk trimetroprim,diberikan dalam 2 kali pemberiaan
-          Amoxilin dan ampicillin
Ampisilin utamanya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkandengan klorampenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurngtoksik.Kelemahannya dapat terjadi skinrash(3-18%),diare (11%).Amoksisilin mempunyai daya anti bakteri yang sama dengan ampisilin, tetapi penyerapan per oral lebih baik, sehingga kadar obat yang mencapai 2 kalilebih tinggi, timbulnya kekambuhan lebih sedikit (2-5%) dan karier (0-5%).Dosis yang dilanjutkan pada obat ini adalah :
a)    Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari
b)    Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari           

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1.   Pengkajian
a.   Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b.  Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
c.   Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi  ke dalam tubuh.
d.   Riwayat penyakit dahul
      Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e.   Riwayat penyakit keluarga
      Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f.    Pola-pola fungsi kesehatan
·         Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah  saat makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan  sama sekali.
·         Pola eliminasi
Eliminasi alvi.  Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.   Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh. 
·         Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
·         Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
·         Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
·         Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien. 
·         Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
·         Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas


g.   Pemeriksaan fisik
·         Keadaan umum
Didapatkan  klien   tampak   lemah,   suhu   tubuh   meningkat     38 – 410 C, muka kemerahan.
·         Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
·         Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
·         Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
·         Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
·         Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
·         Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
·         Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

2.   Diagnosa keperawatan
1.    Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
2.    Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
3.    Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
4.    Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
5.    Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
6.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
7.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
8.    Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan, dispnea.
9.    Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
10. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
11. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya.

3.   Implementasi
1.    Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Criteria hasil ;
-          tidak demam
-          tanda-tanda vital dalam batas normal
a.    Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.
      R/ : Mengetahui keadaan umum pasien
b.    Berikan kompres dingin.
      R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
c.    Atur suhu ruangan yang nyaman.
      R/ : Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
d.    Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak

e.    Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
2.    Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Criteria hasil :
-          tidak mual
-          tidak demam
-          muntah
-          suhu tubuh dalam batas normal
a.    Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
      R/ : Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi kebutuhan cairan.
b.    Monitor dan catat intake dan output cairan
      R/ : Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
c.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
      R/ : Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
d.    Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari kehilangan cairan
e.    Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
f.     Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
g.    Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh
h.    Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang
3.    Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
Tujuan : Pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari
Criteria hasil : konsistensi normal
a.    Kaji pola eliminasi pasien
      R/ : Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
b.    Berikan minuman oralit
      R/ : Untuk menyeimbangkan elektrolit
c.    Kolaborasi dengan dokter dalam obat
      R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
d.    Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan fekalit
e.    Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
f.     Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi
g.    Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BAB
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
h.    Kolaborasi Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
4.    Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Criteria hasil :
-          tidak demam
-          mual berkurang
-          tidak ada muntah
-          porsi makan tidak dihabiskan
a.    Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan hangat
      R/ : Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
b.    Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
      R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
c.    Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi selanjutnya
d.    Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
e.    Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
f.     Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai
g.    R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klien
h.    Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung gas/asam, peda
R/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi
i.      Kolaborasi Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah
5.    Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
-          pasien mengatakan tidak lemah
-           tampak rileks
a.    Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
      R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
b.    Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
      R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi
6.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil     :
-          Tidak ada keluhan nyeri
-          Wajah tampak tampak rileks
-          TTV dalam batas normal
a.    Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
      R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.
b.    Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
      R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan otot-otot.
c.    Ajarkan   tehnik   nafas    dalam
      R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
d.    Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
      R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
e.    Kolaborasi obat-obatan analgetik
      R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
7.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil        :
-          Melaporkan tidur nyenyak
-          Klien tidur 8-10 jam semalam
-          Klien tampak segar
a.    Kaji pola tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami, memudahkan intervensi selanjutnya
b.    Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
c.    Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
d.    Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
8.    Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan, dispnea.
Tujuan : jam pola napas efektif
Kriteria hasil  : 
-          Pola napas efektif
-          Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
-          Tidak ada keluhan sesak
-          Frekuensi pernapasan dalam batas normal
a.    Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
      R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan kebutuhan oksigen
b.  Selidiki perubahan kesadaran
     R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal  pernapasan
c.  Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring
     R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma
d.  Dorong penggunaan teknik napas dalam
     R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru

e.  Kolaborasi Berikan tambahan okseigen sesuai indikasi
     R/ :Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia.
9.    Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan                : persepsi sensori dipertahankan
Kriteria hasil       :
-          Tidak terjadi gangguan kesadaran
a.    Kaji status neurologis
      R/: Perubahan endotoksin  bakteri dapat merubah elektrofisiologis otak
b.    Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
      R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasien
c.    Hindari aktivitas yang berlebihan
      R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan meningkatkan resiko cedera
d.    Kolaborasi Kaji fungsi ginjal/elektrolit
      R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai
10. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
Tujuan                : tidak terjadi kelemahan
Kriteria hasil       :
-          Klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara mandiri
a.    Kaji tingkat intoleransi klien
      R/: Menetapkan intervensi yang tepat
b.    Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan sehari-hari
      R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan
c.    Bantu mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam
      R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan kenyamanan

d.    Tingkatkan kemandirian klien yang dapat ditoleransi
      R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong kemandirian sejak dini
11. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya.
Tujuan                : kecemasan teratasi
Kriteria hasil    : 
-          ekspresi tenang
-          Orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
a.    Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien
      R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien yang menjadi indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
b.    Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya
      R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya
c.    Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
      R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan sehingga beban yang dirasakan berkurang
d.    Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
      R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan
e.    Berikan dorongan spiritual
      R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan masih ada yang lebih kuasa yang dapat menyembuhkan










DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Demam Thypoid. http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/ demam-  thypoid.pdf (diakses pada tanggal 27 Januari 2012, Jam 21.00 WITA)
Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit      Media Aesculapius.     Jakarta : FKUI
Donna L.Wong, dkk. 2002 .Buku Ajar Leperawatan Pediatrik Ed 6. Jakarta : EGC
Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
suriadi dan Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada anak. Jakarta : Cv Sagung Seto
Soegeng Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.            Jakarta : Salemba Medika
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC
Wong, Dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC


ismiodewadeha